Bali sudah sangat terkenal dengan berbagai mitos yang ada didaerahnya. Mulai dari tempat – tempat yang berbau mistis, kesakralan suatu tempat, nyannyian sucinya, bahkan hingga hari – hari yang di sakralkan. Seni pewayangan merupakan salah satu tradisi yang digunakan sebagai alat untuk menyampaikan pesan atau nilai – nilai yang baik kepada masyarakat. Wayang kulit di Bali pada khususnya mengalami perkembangan dengan beragam fariasi. Di Bali seni pewayangan memiliki arti yang sangat sakral dalam kehidupan masyarakat, dipercaya dalam pertunjukan wayang dapat membantu membersihkan pengaruh negatif.
Tahukah anda, Bali juga memiliki hari baik dan buruk mengenai kelahiran seseorang. Topik yang akan kita bahas kali ini adalah mengenai mitos kelahiran anak pada Tumpek Wayang atau pada hari yang dianggap keramat yaitu pada Saniscara Kliwon wuku Wayang, hari itu dapat diketahui berdasarkan kalender Bali. Tumpek wayang adalah salah satu dari 6 wuku atau perhitungan hari menurut kalender bali. Tumpek dapat diartikan dekat dengan sang pencipta. Sehari sebelum tumpek wayang masyarakat hindu dibali melakukan upacara Meselat Pandan. Daun pandan yang digunakan bukan daun pandan yang biasa namun daun pandan yang berduri yang dipercaya mempunyai kekuatan magis. Orang Bali sangat percaya bahwa anak yang lahir pada hari itu harus diupacarai lukatan yang disebut dengan “ Wayang Sapuh Leger”, tujuannya adalah agar si anak yang lahir pada hari tersebut terhindar dari buruan atau gangguan dari Dewa Kala
Nah, ada cerita tentang Dewa Kala ini. Didalam kisah Sapuh Leger dan Bhatara Kala, Dewa Kala adalah putra dari Bhatara Siwa yang diberi ijin oleh Bhatara Siwa sendiri untuk memangsa anak yang dilahirkan pada wuku wayang. Dan dari cerita Sapuh Leger dan Bhatara Kala tersebut, apabila diantara anak ada yang lahir pada wuku Wayang, demi keselamatan anak tersebut para masyarakat Bali berusaha mengupacarainya dengan didahulu mementaskan wayang Sapuh Leger dengan perlengkapan sesajen yang lebih banyak dari sesajen wayang yang lainnya. Tumpek Wayang itu sendiri adalah merupakan tumpukan waktu – waktu transisi. Yang dimaksud waktu – waktu transisi adalah waktu yangsering mengacaukan keselamatan seseorang saat melakukan perjalanan. Tumpek wayang jatuh pada Sabtu / Saniscara Kliwon wuku Wayang. Saniscara adalah hari terakhir pada perhitungan Saptawara, Kajeng adalah hari terakhir pada perhitungan Triwara, Kliwon adalah perhitungan terakhir pada Pancawara, dan Tum[pekWayang adalah Tumpek terakhir dari pada pawukon Bali. Jadi Tumpek Wayang menjadi hari yang penuh dengan peralihan. Karena itulah anak yang lahir pada saat itu ditakdirkan menderita dan dianggap dapat menyusahkan orang lain. Untuk melawan akibat keadaan yang buruk tersebut, orang Bali melakukan upacara penebusan dosa yang dinamai lukatan Sapuh Leger tadi dengan harapan agar Hyang Widhi Wasa menganugrahkan nasib baik dan diberikan keselamatan pada anak itu.
Biasanya anak yang lahir pada Wuku Wayang itu membawa watak yang keras sehingga akan berdampak negatif dalam perkembangan si anak hingga dewasa. Nah itu adalah pengaruh dari pada orang yang lahir pada wuku Wayang atau tumpek Wayang. Dan di Bali sendiri banyak orang berkata bahwa ngeruat orang pada tumpek Wayang itu adalah aturan umur. Umur 3 Oton barulah boleh diruat atau diupacarai Sapuh Leger. Itulah tadi tentang salah satu mitos di Bali dan juga sekaligus menjadi tradisi sakral yang ada di Bali. Menciptakan keseimbangan alam adalah membangun masa depan umat manusia, jadi sudah sewajarnyalah manusia menghargai segenap pribadinya. Untuk itu melalui sebuah tradisi sacral ini yakni Penglukatan atau Pengruata, akan mampu menjadikan manusia yang sempurna.
https://www wisata-bali com/mitos-unik-berdasarkan-kelahiran-anak-di-bali html/